Selasa, 24 April 2012

Kata-Kata Mutiara Bung Karno


Kumpulan Kata-Kata Mutiara Bung Karno Presiden RI

(1945 – 1966)

“Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” . (Bung Karno)

“Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya”. (Pidato HUT Proklamasi 1956 Bung Karno)

“Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.” (Soekarno)

“Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun”. (Bung Karno)

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.” (Pidato Hari Pahlawan 10 Nop.1961)

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” – Bung Karno

“Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.” (Pidato HUT Proklamasi 1963 Bung Karno)

“……….Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan……” (Bung Karno)

“Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali “. (Pidato HUT Proklamasi, 1949 Soekarno)

“Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai ! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat.” (Pidato HUT Proklamasi, 1950 Bung Karno)

“Firman Tuhan inilah gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi Gitamu : “Innallahu la yu ghoiyiru ma bikaumin, hatta yu ghoiyiru ma biamfusihim”. ” Tuhan tidak merobah nasibnya sesuatu bangsa sebelum bangsa itu merobah nasibnya” (Pidato HUT Proklamasi, 1964 Bung Karno)

“Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada masa yang akan datang.” (Pidato HUT Proklamasi 1966, Soekarno)

“Apakah Kelemahan kita: Kelemahan kita ialah, kita kurang percaya diri kita sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah Rakyat Gotong Royong” (Pidato HUT Proklamasi, 1966 Bung Karno)

“Aku Lebih suka lukisan Samodra yang bergelombangnya memukul, mengebu-gebu, dari pada lukisan sawah yang adem ayem tentrem, “Kadyo siniram wayu sewindu lawase” (Pidato HUT Proklamasi 1964 Bung Karno)

“Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali.” ( Sarinah, hlm 17/18 Bung Karno)

KONSEP BELAJAR SEPANJANG HAYAT


Belajar merupakan aktivitas anak (manusia) yang sangat vital. Dibandingkan dengan mahkuk lain, di dunia ini tidak ada mahluk hidup yang sewaktu baru dilahirkan sedemikian tidak berdayanya seperti bayi manusia Sebahlknya tidak ada mahkuk lain di dunia ini yang setelah dewasa mampu menciptakan apa yang telah diciptakan manusia dewasa.
Jika bayi manusia yang baru dilahirkan tidak mendapat bantuan dari orang dewasa, niscaya binasalah ia. Ia tidak mampu hidup sebagai manusia jika ia tidak diajar/ di didik oleh manusia lain, meskipun bayi yang baru dilahirkan itu membawa beberapa naluri/ instink dan potensi-potensi yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Namun potensi-potensi bawaan tak dapat berkembang dengan baik tanpa adanya pengaruh dan luar. Usia bukan hanya mahluk biologis seperti halnya hewan, tetapi juga mahiuk social budaya. Karena itu manusia membutuhkan kepandaian yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, dan semua ini hanya dapat dicapai melalui belajar. Jelas bahwa belajar sangat penting bagi kehidupan seorang manusia.     
    Disamping itu dapat dipahami bahwa anak (manusia) membutuhkan waktu yang lama untuk belajar, sejak dari masa kanak-kanak sampai masa tua sepanjang kehidupannya. Karena itu manusia selalu dan senantiasa belajar kapanpun dan dimanapun.
Adapun belajar itu sendiri dapat didefinisikan antara lain:
1.      Hilgard mengatakan :Learning is the proses by which an activity originates as changed through training procedures (whether in the laboratory or in the natural environment). Belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam laboratorium atau dalam Iingkungan alamiah).
2.      Morgan, belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
3.      James P. Chaplin, learning (hal belajar, pengetahuan), yang berarti perolehan dari sembarang perubahan yang relative permanent dalam tingkah laku sebagai hasil praktek atualisai pengalaman.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut, Sumadi Suryabrata menyimpulkan:
a) Bahwa belajar itu membawa perubahan (dalam anti behavioral changed, aktual maupun potensial.
b) Bahwa perubahan itu ada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru.
c) Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).
            Dikatakan belajar apabila membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri. Pendeknya mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang. Karena itu seorang yang belajar ia tidak sama lagi dengan saat sebelumnya, karena ia lebih sanggup menghadapi kesulitan memecahkan masalah atau menyesuaikan diri dengan keadaan. Ia tidak hanya bertambah pengetahuannya, akan tetapi dapat pula menerapkanya secara fungsional dalam situasi hidupnya.
            Dalam hubungan dengan usaha pendidikan, maka belajar adalah key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu pendidikan dan psikologis belajar.
Sejalan dengan fase-fase perkembangan pada manusia sejak dari masa kanak-kanak sampai masa tua, dikemukakan oleh Havinghurst yang dikutip oleh Made Pidarta, yaitu:
1. Fase perkembangan masa kanak-kanak
2. Fase perkembangan masa anak
3. Fase perkembangan masa remaja
4. Fase perkembangan masa dewasa awal
5. Fase perkembangan masa setengah baya
6. Fase perkembangan masa tua
            Untuk memenuhi tugas-tugas pada setiap fase tersebut, dicapai melalui belajar. Berangkat dari fenomena ini muncullah konsep belajar untuk memberikan layanan-layanan dan prioritas bagi mereka yang tidak lagi belajar pada pendidikan diri dan turut berpartisipasi di dalam aktivitas kehidupan di lingkungan masyarakat.





B. Konsep Belajar Sepanjang Hayat
1. Pengertian Konsep
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia selain berarti rancangan, konsep juga bermakna ide atau pengertian yang di abtraksikan dari peristiwa-peristiwa konkrit atau gambaran mental dan obyek proses ataupun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi memahami hal-hal lain.
Kata konsep dari bahasa inggris (concept), yang berarti bagan, rencana, gagasan, pandangan, cita-cita (yang telah ada dalam fikiran).
Sedangkan menurut Ibrahim Madkur, kata konsep (Inggnis concept) dipadankan dengan istilah makna kulli (Arab), yang artinya pikiran (gagasan) yang bersifat umum, yang dapat menenima generalisasi) Sedangkan dengan makna-makna tersebut, maka konsep yang dimaksudkan dalam pengertian ini, ialah sejumlah gagasan, ide-ide, pemikiran, pandangan ataupun teori-teori yang dalam konteks ini dimaksudkan ialah ide-ide, gagasan, pemikiran tentang belajar sepanjang hayat.
2. Belajar Sepanjang Hayat
            Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan (continuing-learning) dari buaian sampai akhir hayat, sejalan dengan fase-fase perkembangan pada manusia. Oleh karena setiap fase perkembangan pada masing-masing individu harus dilalui dengan belajar agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembanganya, maka belajar itu dimulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan bahkan masa tua. Bertolak dari fase-fase perkembangan seperti dikemukakan Havinghurst, berimplikasi kepada keharusan untuk belajar secara terus menerus sepanjang hayat dan memberi kemudahan kepada para perancang pendidikan pada setiap jenjang pendidikan untuk:
1.      Menentukan arah pendidikan.
2.      Menentukan metode atau model belajar anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan tugas perkembangannya.
3.      Menyiapkan materi pembelajaran yang tepat.
4.      Menyiapkan pengalaman belajar yang cocok dengan tugas perkembangan itu.
            Dalam hubungannya dengan belajar sepanjang hayat, akan dikemukakan tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal, masa setengah baya dan orang tua, untuk memberikan pengalaman belajar yang sesuai dalam rangka belajar sepanjang hayat.
Tugas perkembangan tersebut adalah:
a. Tugas perkembangan masa dewasa awal: Memilih pasangan hidup, bertanggung jawab sebagai warga Negara, dan berupaya mendapatkan kelompok social yang tepat serta menarik.
b. Tugas perkembangan masa setengah baya: Bertanggung jawab social dan menjadi warga Negara yang baik, mengisi waktu senggang dengan kegiatan-kegiatan tertentu, menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan pertambahan umur.
c. Tugas perkembangan orang tua: Menyesuaikan din dengan menurunnya kekuatan fisik, kesehatan dan pendapatan. Menyesuaikan diri dengan keadaan sebagai janda, duda, memenuhi kewajiban sosial sebagai seorang warga Negara yang baik dan membangun kehidupan fisik yang memuaskan.
Tugas-tugas perkembangan itu nampaknya disiapkan untuk belajar sepanjang hayat, yang dapat dilihat dari adanya tugas perkembangan untuk orang dewasa, setengah baya dan untuk masa tua. Tugas perkembangan ini juga amat berguna bagi pendidikan luar sekolah, di rumah dalam kehidupan rumah tangga maupun di lembaga-lembaga pendidikan yang ada di masyarakat, seperti kursus-kursus, perkumpulan sodial, agama, persatuan para lanjut usia dan sebagainya.
Dengan demikian tugas perkembangan yang harus ditempuh melalui belajar, tidak hanya dimulai dan masa kanak-kanak, tetapi berlanjut sampai masa dewasa dan masa tua. Jelas bahwa belajar berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan sepanjang kehidupan seseorang.Dalam perspektif islam, belajar sepanjang hayat ini sebenarnya telah dicanangkan oleh Nabi SAW ratusan tahun yang silam, dengan sabdanya:
“Carilah ilmu sejak ayunan sampai ke hang lahat (al-hadits)”.
Selain itu dipahami bahwa belajar itu sepanjang hayat, dijelaskan pula bahwa belajar adalah suatu kewajiban, sebagaimana sabdanya pula:
“Mencari ilmu pengetahuan adalah wajib atas setiap orang muslim (H.R.Abdi’I Barr)”.
Dengan memperhatikan kedua hadits tersebut, dapat dipahami bahwa aktivitas belajar sepanjang hayat memang telah menjadi bagian dan kehidupan kaum muslimin. Sedangkan secara umum, gerakan belajar sepanjang hayat itu baru dipublikasikan di sekitar tahun 1970,
 ketika UNESCO menyebutnya sebagai tahun Pendidikan Internasional (International Education Year).
 Karena pada tahun itu dilontarkan berbagai isu pembaharuan dalam falsafah dan konsep tentang pendidikan. Latar belakang munculnya gagasan ini ialah rasa kurang puas terhadap pelaksanaan belajar melalui sistem sekolah, yang dikatakan memperlebar jurang antara yang kaya dan yang miskin. Secara eksplisit gagasan ini dilontarkan oleh Paul Lengrand dalam bukunya yang beijudul An Introduction to life Long Education.
Pengembangan pemikiran Lengran tersebut merubah anggapan bahwa belajar atau pendidikan itu tidak hanya berlangsung di dunia pendidikan sekolah, sedangkan di luar dunia sekolah sebenarnya secara individual, mereka terus belajar sesuai dengan kebutuhannya masing-masing dan dengan cara yang disenanginya.
Muncul dan berkembangnya konsep belajar sepanjang hayat tersebut menunjukkan bahwa pengalaman belajar tidak pernah berhenti selama manusia itu sadar dan berinteraksi dengan lingkungannya.17 Belajar sepanjang hayat sebagai asas baru, kesadaran baru, harapan baru, membawa implikasi kepada pentingya aktivitas individual mandiri guna senantiasa memburu pengetahuan, pengalaman-pengalaman baru kapanpun dan dimanapun.
Dari gagasan-gagasan baik melahui pendekatan keagamaan, maupun yang bersifat umum, dapat dipahami bahwa hakekatnya belajar itu tiada hentinya, terutama bagi orang dewasa dan orang tua agar mereka dapat mengikuti perkembangan zaman serta penemuan-penemuan baru di bidang pengetahuan dan teknologi.
Pertanyaan ialah bagaimana memberikan kesadaran kepada mereka tentang pentingnya belajar sepanjang hayat ini. Untuk memecahkan persoalan ini, antara lain Arden N Frandsen seperti dikutip oleh Sumadi Suryabrata, mengemukakan tentang hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah:
1.      Adanya sifat ingin tahu menyelidiki dunia yang lebih luas
2.      Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju
3.      Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru.18
Sedangkan Abraham Maslow, sarjana dan ketua American Psychological Assosiation, mengemukakan teori tentang kebutuhan yang mendorong seseorang untuk belajar, yaitu:


a. Pshical needs
b. Safety needs
c. Love needs
d. Esteem needs
e. Self actualization need&9
Teori kebutuhan Maslow tersebut meliputi kebutuhan:
            Fisik, rasa aman, cinta, harga diri dan aktualisasi diri. Berdasarkan teori ini, belajar sepanjang hayat khususnya bagi orang dewasa dan orang tua akan menjadi efektif dalam arti menghasilkan perubahan tingkah laku (perilaku), apabila isi dan cara belajarnya sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan.
Hal penting yang perlu diperhatikan ialah bagaimana menyadarkan orang bahwa ia membutuhkan sesuatu seperti digambarkan oleh Maslow dari kebutuhan terendah (fisik) sampai aktualisasi diri.
Kesadaran akan kebutuhan di atas diharapkan bisa mendorong seseorang untuk belajar. Dorongan atau motivasi menurut J.P Chaplin bermakna alasan yang diasadari, yang dibenikan individu bagi satu tingkah laku
Dari dimensi psikologis, belajar sepanjang hayat, terutama bagi orang dewasa dan orang tua dalam situasi belajar mempunyai sikap tertentu. Karena itu perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Belajar adalah suatu pengalaman yang diinginkan oleh orang dewasa itu sendiri. Maka orang dewasa perlu dimotivasikan untuk mencari pengetahuan yang lebih mutakhir, ketrampilan baru dan sikap yang lain.
2. Orang dewasa belajar kalau ditemukannya arti pribadi bagi dirinya dan melihat sesuatu mempunyai hubungan dengan kebutuhannya.
3. Bagi orang dewasa proses belajar adalah khas dan bersifat individual. Setiap orang punya cara dan kecepatan sendiri untuk belajar dan memecahkan masalah. Dengan kesempatan mengamati cara-cara yang dipakai orang lain, Ia dapat memperbaiki dan menyempumakan caranya sendiri, agar menjadi lebih efektif.
Memperhatikan situasi belajar bagi orang dewasa tersebut, maka salah satu teori belajar klasik, yaitu teori psikologi belajar naturalistic atau aktualisasi diri, teori ini berpangkal dari psikologi naturalistic romantic yang dipelopori Rousseau. Menurut teori ini belajar itu sebaiknya dilakukan secara wajar di alam bebas, bisa diterapkan pada pendidikan luar sekolah, terutama untuk belajar seumur hidup.


3. Implementasi Konsep
Bertolak dari dimensi psikologis di atas, implementasi konsep belajar sepanjang hayat ini bisanya tidak membutuhkan orang lain sebagai pembimbing khusus. Mereka mencari sendiri bahan-bahan pelajaran yang mereka butuhkan, mempelajari sendiri, dan mencoba menempatkannya. Jadi bagi mereka dapat belajar di mana saja dan dengan cara apa saja di lingkungan kediaman mereka. Pada hakekatnya mereka mengaktualisasi din sendiri sejalan dengan teori belajar naturalis. Namun demikian belajar sepanjang hayat dapat juga dilaksanakan secara kelompok dalam bentuk kursus-kursus, kelompok sosial dan kelompok keagamaan.
Dari segi tujuan, belajar sepanjang hayat ini pada mulanya bersifat individual, yakni untuk memperkaya kehidupan rohani atau intelektual seseorang. Pada taraf perkembangan selanjutnya belajar sepanjang hayat ini mulai mengembangkan tujuan-tujan yang bersifat sosial. Mulai disadari bahwa kegiatan belajar mengajar sepanjang hayat ini tidak hanya menguntungkan perorangan-perorangan saja, melainkan juga bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Apabila mayoritas anggota suatu masyarakat selalu melibatkan diri dalam kesibukan belajar setelah mereka memasuki berbagai lingkungan pekerjaan, maka pada umumnya masyarakat semacam ini akan menjadi lebih dinamis, lebih mudah menenima gagasan-gagasan pembaruan, dan lebih mudah pula memahami interpendensi dan interaksi yang ada antara dirinya dengan masyarakat-masyarakat lain. Suatu masyarakat dengan kegiatan belajar sepanjang hayat yang intensif akan lebih mudah membangun dirinya pada masyarakat yang tidak mengembangkan kebiasaan untuk belajar secara terus menerus.23
Di masyarakat pada umumnya kelompok yang amat membutuhkan layanan belajar sepanjang hayat adalah remaja yang putus sekolah dan orang dewasa atau orang tua yang ingin meningkatkan kehidupanya. Karena itu di tinjau dan aspek signifakasi dan relevansi konsep belajar sepanjang hayat dalam hubungannya dengan keinginan untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang ada dalam masyarakat.
Maka konsep ini merupakan wahana yang tepat dan tangguh untuk memacu kehidupan masyarakat, kalau dengan salah satu cara dapat diusahakan :
a. Bahwa sebagian besar remaja dan orang dewasa dan orang tua yang aktif dalam kehidupan kemasyarakatan benar-benar mendapatkan pelayanan belajar yang memadai dan relevan dengan kebutuhan mereka sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat.
b. Bahwa program-program belajar seperti ini benar-benar dikembangkan dan dilaksanakan
c. Bahwa masyarakat remaja, orang dewasa serta orang tua yang aktif dalam kehidupan
kemasyarakatan benar-benar terangsang untuk mengikuti program-program belajar sepanjang hayat ini.
Belajar sepanjang hayat akan berrnanfaat apabila mendapatkan respon positif dari individu atau warga masyarakat yang memiliki kemauan dan kegemaran untuk belajar secara terus menerus, sesuai dengan kebutuhan kebutuhan masing-masing individu warga belajamya. Dengan demikian konsep belajar sepanjang hayat memiliki signifikasi di dalam masyarakat.


III. KESIMPULAN
1.      Konsep belajar sepanjang hayat adalah suatu idea atau gagasan yang manyatakan bahwa belajar dalam arti sebenarnya adalah sesuatu yang berlangsung secara terus-menerus sepanjang kehidupan, hal ini sesuai dengan tinjauan psikologis yang menjelaskan bahwa pada setiap fase perkembangan, setiap individu perlu belajar agar dapat melaksanakan tugas-tugas pada setiap fase perkembangan tersebut.
2.      Konsep belajar sepanjang hayat berusaha untuk memberikan motivasi kepada mereka yang telah selesai mengikuti pendidikan sekolah, agar tetap belajar dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupannya dengan memanfaatkan teori kebutuhan dan psikologi belajar
3.      Konsep belajar sepanjang hayat memiliki signifikasi serta relevansi terhadap kualitas kehidupan individu warga belajarnya. Karena itu konsep belajar sepanjang hayat bila dihubungkan dengan keinginan untuk meningkatkan kualitas kehidupan, maka konsep ini merupakan wahana yang tepat untuk memacu usaha memajukan kehidupan umat.

TES PSIKOMOTOR


Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.
Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut   dapat berupa tes paper and  pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.
Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila dibandingkan dengan ranah psikomotor. Pengukuran hasil belajar ranah psikomotor menggunakan tes unjuk kerja atau lembar tugas.
Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.
Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Singer (1972) menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi–reaksi fisik dan keterampilan
Urutan langkah tes psikomotorik
Edwardes (1981) menjelaskan bahwa proses pembelajaran praktik mencakup tiga tahap, yaitu (a) penyajian dari pendidik, (b) kegiatan praktik peserta didik, dan (c) penilaian hasil kerja peserta didik.  Pendidik  harus menjelaskan kepada peserta didik kompetensi kunci yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Kompetensi kunci adalah kemampuan utama yang harus dimiliki seseorang agar tugas atau pekerjaan dapat diselesaikan dengan cara benar dan hasilnya optimal. Sebagai contoh, dalam memukul bola,  kompetensi kuncinya adalah kemampuan peserta didik menempatkan bola  pada titik ayun. Dengan cara ini, tenaga yang dikeluarkan hanya sedikit namun hasilnya optimal.
A.   Jenis Perangkat Penilaian Psikomotor
Untuk melakukan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor, ada dua hal yang perlu dilakukan oleh pendidik, yaitu membuat soal dan membuat perangkat/ instrumen untuk mengamati unjuk kerja peserta didik. Soal untuk hasil belajar ranah psikomotor dapat berupa lembar kerja, lembar tugas, perintah kerja, dan lembar eksperimen. Instrumen untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat berupa lembar observasi atau portofolio.
Lembar observasi adalah lembar yang digunakan untuk mengobservasi keberadaan suatu benda atau kemunculan aspek-aspek keterampilan yang  diamati. Lembar observasi dapat berbentuk daftar periksa/check list atau skala penilaian (rating scale). Daftar periksa berupa daftar pertanyaan atau pernyataan yang jawabannya tinggal memberi check (centang) pada jawaban yang sesuai dengan aspek yang diamati. Skala penilaian adalah lembar yang digunakan untuk menilai unjuk kerja  peserta didik atau menilai kualitas pelaksanaan aspek-aspek keterampilan yang diamati dengan skala tertentu, misalnya skala 1 – 5. Portofolio adalah kumpulan pekerjaan peserta didik yang teratur dan berkesinambungan sehingga peningkatan kemampuan peserta didik dapat diketahui untuk menuju satu kompetensi tertentu.
B.   Konstruksi Instrumen
Sama halnya dengan soal ranah kognitif, soal untuk penilaian ranah psikomotor juga harus mengacu pada standar kompetensi yang sudah dijabarkan menjadi kompetensi dasar. Setiap butir standar kompetensi dijabarkan minimal menjadi 2 kompetensi dasar, setiap butir kompetensi dasar dapat dijabarkan menjadi 2 indikator atau lebih, dan setiap indikator harus dapat dibuat butir soalnya. Indikator untuk soal psikomotor dapat mencakup lebih dari satu kata kerja operasional.
Selanjutnya, untuk menilai hasil belajar peserta didik pada soal ranah psikomotor perlu disiapkan lembar daftar periksa observasi, skala penilaian,  atau portofolio. Tidak ada perbedaan mendasar antara konstruksi daftar periksa observasi dengan skala penilaian. Penyusunan kedua instrumen itu harus mengacu pada soal atau lembar perintah/lembar kerja/lembar tugas yang diberikan kepada peserta didik. Berdasarkan pada soal atau lembar perintah/lembar tugas dibuat daftar periksa observasi atau skala penilaian. Pada umumnya, baik daftar periksa observasi maupun skala penilaian terdiri atas tiga bagian, yaitu: (1) persiapan, (2) pelaksanaan, dan (3) hasil.
C. Penyusunan Rancangan Penilaian
Sebaiknya pendidik merancang secara tertulis sistem penilaian yang akan dilakukan selama satu semester. Rancangan penilaian ini sifatnya terbuka, sehingga peserta didik, guru lain, dan kepala sekolah dapat melihatmya.
Langkah-langkah penulisan rancangan penilaian adalah:
1.  Mencermati silabus yang sudah ada
2. Menyusun rancangan sistem penilaian berdasarkan silabus yang telah disusun
Selanjutnya, rancangan penilaian ini diinformasikan kepada peserta didik pada awal semester. Dengan demikian sistem penilaian yang dilakukan guru semakin sempurna atau semakin memenuhi prinsip – prinsip penilaian.
D.      Penyusunan Kisi-kisi
Kisi-kisi merupakan matriks yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat. Kisi-kisi merupakan acuan bagi penulis soal, sehingga siapapun yang menulis soal akan menghasilkan soal yang isi dan tingkat kesulitannya relatif sama. Contoh kisi-kisi soal ranah psikomotor adalah sebagai berikut.
CONTOH KISI-KISI PENILAIAN
Jenis Sekolah          :        Sekolah Menengah Atas (SMA)
Mata Pelajaran        :        Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
Jenis Tagihan          :        Ulangan Harian
Jumlah Soal/Waktu             :        1/30 menit
Standar Kompetensi : 1. Mempraktikkan berbagai keterampilan permainan olahraga dalam bentuk sederhana  dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
 Kompetensi Dasar
Bahan kelas/Sem
Materi Pembelajaran
Indikator
Bentuk soal
Nomor soal
1.3 Mempraktikkan keterampilan atletik dengan menggunakan peraturan yang dimodifikasi  serta nilai kerjasama, kejujuran, menghargai, semangat, dan percaya diri
X / 1
Lari cepat 100 meter
Mendemons-trasikan lari cepat dengan teknik yang benar
Tes perbuatan

1


E.   Penyusunan Instrumen Penilaian Psikomotor
Instrumen Penilaian psikomotor terdiri atas soal atau perintah dan  pedoman penskoran untuk menilai unjuk kerja peserta didik dalam melakukan perintah/soal tersebut.
1.   Penyusunan soal
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh penulis soal ranah psikomotor adalah mencermati kisi-kisi instrumen yang telah dibuat. Soal harus dijabarkan dari indikator dengan memperhatikan materi pembelajaran. Pada contoh kisi-kisi di atas, dapat dibuat soal sebagai berikut:
”Lakukan lari cepat 100 meter dengan teknik yang benar. Perhatikan posisi mulai, teknik mulai, teknik lari, dan teknik memasuki garis finish”.
Soal ranah psikomotor untuk ulangan tengah semester dan akhir semester yang biasanya sudah mencapai tingkat psikomotor manipulasi, mencakup beberapa indikator.
2.   Pedoman penskoran
Pedoman penskoran dapat berupa daftar periksa observasi atau skala penilaian yang harus mengacu pada soal. Soal/lembar tugas/perintah kerja ini selanjutnya dijabarkan menjadi aspek-aspek keterampilan yang diamati. Untuk soal dari contoh kisi-kisi di atas, cara menuliskan daftar periksa observasi atau skal penilaiannya sebagai berikut.
a.  Mencermati soal (dalam hal ini lari cepat 100 m)
b. Mengidentifikasi aspek-aspek keterampilan kunci dalam lari 100 m; dalam hal ini aspek –aspek keterampilan kunci itu adalah : (1) posisi mulai (starting position), (2) teknik mulai (starting action), (3) teknik lari (sprinting action), dan (4) teknik memasuki garis finish (finishing action).
c. Mengidentifikasi aspek-aspek keterampilan dari setiap aspek keterampilan kunci (dalam hal ini aspek keterampilan kunci posisi mulai/starting position dirinci menjadi aspek keterampilan memposisikan kaki, tangan, badan, pandangan mata, dan posisi tungkai pada saat aba-aba “siap”).
d. Menentukan jenis instrumen untuk mengamati kemampuan peserta didik, apakah daftar periksa observasi atau skala penilaian
e. Menuliskan aspek-aspek keterampilan dalam bentuk pertanyaan/ pernyataan ke dalam tabel
f.  Membaca kembali skala penilaian atau daftar periksa observasi untuk meyakinkan bahwa instrumen yang ditulisnya sudah tepat
g. Meminta orang lain untuk membaca atau menelaah instrumen yang telah ditulis untuk meyakinkan bahwa instrumen itu mudah dipahami oleh orang lain.
Langkah (f) adalah upaya penulis agar instrumen memiliki validitas isi tinggi, sedangkan langkah (g) adalah upaya penulis agar instrumen memiliki reliabilitas tinggi.